Rabu, 19 November 2014

Kyai Haji Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.

Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).

Karakter yang bisa diteladani dari KH.Ahmad Dahlan.
  • Mandiri

Pada Tahun 1883, saat beliau berusia 15 tahun, beliau sudah pergi haji dan tinggal di Mekah selama 5 tahun, pada periode ini beliau mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Al Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
  • Mencintai Ilmu Pengetahuan 

Pada Tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama 2 tahun untuk memperdalam Ilmu pengetahuan khusus nya agama Islam. Beliau berguru ke Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
  • Jiwa Wirausaha

Dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
  • Pandai dalam berorganisasi

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, beliau mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
  • Nasionalisme yang kuat

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
  • Tabah menghadapi rintangan dalam perjuangannya

Gagasan pendirian Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain
  • Cerdas

Kehadiran Muhammadiyah jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
  • Tidak membeda-bedakan kan ras, suku dan agama.

Beliau mengajar di sekolahan Belanda yang dikelola oleh orang Belanda dan mengajar murid-murid dari dari keturunan orang Belanda dan kalangan priyayi. Beliau juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.

Pahlawan Nasional

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden No. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
  1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
  2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
  3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
  4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Subscribe to our Newsletter

Contact our Support

Email us: socialadamsmith@gmail.com

Email us: muhammadhasrulusman@live.com

Our Team Memebers