Dahlan Iskan dilahirkan di Magetan Jawa Timur, tepatnya di
desa Kebun Dalam Tegalarum, Kecamatan Bando, Magetan, Jawa Timur pada tahun
1951. Dahlan Iskan tidak pernah tahu tepatnya tanggal dan bulan ia dilahirkan,
sampai saat ini tanggal yang ia gunakan sebagai tanggal lahir adalah
karangannya sendiri. Ia menggunakan tanggal 17 Agustus 1951 sebagai hari
kelahirannya karena tanggal itu tepat hari kemerdekaan Indonesia sehingga mudah
diingat. Selain itu mungkin ia juga ingin tersemangati dengan tanggal itu
seperti semangat para pejuang tahun 45.
Masa
Kecil Dahlan Iskan
Dahlan
Iskan adalah anak dari pasangan Mohammad Iskan dan Lisnah. Dahlan adalah anak
ketiga dari empat bersaudara. Kakak pertamanya bernama Khosyatun, kakak
keduanya bernama Sofwati sedangkan adik bungsunya bernama Zainuddin.
Orang
tua Dahlan Iskan bukanlah orang kaya, bahkan sangat miskin sekali. Dahlan dan
saudara-saudaranya terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Kehidupan telah menempa
Dahlan kecil menjadi pribadi yang tangguh. Sering ia dan saudaranya merasa
perih di perut karena menahan rasa lapar, ia belitkan sarung di perutnya.
Pada
saat kecil Dahlan Iskan hanya memiliki baju satu stel yaitu kaos dan celana
serta satu sarung. Sarung adalah baju serba guna bagi dahlan, saat beribadah ia
gunakan sarung, saat baju dan celana nya dicuci , ia gunakan sarung sampai pakaiannya
kering, saat tidur di malam hari ia gunakan sarung untuk selimut. Ketika
sekolah ia tidak mempunyai sepatu. Saat itu jarak antara rumah dan sekolahnya
puluhan kilometer, sehingga ia dan saudaranya menempuhnya dengan berjalan kaki
dengan merasakan lecet di telapak kaki karena tak bersepatu. Sehingga ia
menyimpan keinginan besar (menurutnya saat itu) yaitu bisa memiliki sepeda dan
sepatu (cerita ini bisa anda baca di buku “Sepatu Dahlan”).
Karir
Dahlan Iskan
Dahlan
Iskan mulai bersekolah di madrasah yang juga disebut sekolah rakyat (sekarang
bernama sekolah dasar). Setelah tamat ia melanjutkan ke sekolah lanjutan
tingkat pertama, kemudian ke sekolah aliyah setingkat SLTA.
Setamat
SLTA, Dahlan Iskan melanjutkan sekolahnya di fakultas hukum IAIN Sunan Ampel
dan di Universitas 17 Agustus. Semasa kuliah ia lebih senang mengikuti kegiatan
kemahasiswaan seperti Pelajar Islam Indonesia dan menulis majalah mahasiswa dan
koran mahasiswa ketimbang mengikuti kuliah. Karena keasyikannya itu ia jadi
tidak meneruskan kuliahnya.
Kemudian
Dahlan Iskan hijrah ke Samarinda, Kalimantan Timur, disana ia menumpang di
rumah kakak tertuanya. Disana ia menjadi reporter sebuah surat kabar lokal.
Tulisan Dahlan banyak yang meminatinya.
Pada
Tahun 1976, Dahlan kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai wartawan majalah
Tempo. Saat itu terjadi musibah yang bersejarah yaitu tenggelamnya kapal
Tampomas. Dahlan menulis tentang musibah tersebut dengan sepenuh hati dan
meletakkannya di Headline News Tempo. Tak disangka hasilnya sangat luar biasa,
dari respon pembaca banyak yang menyukai gaya Dahlan menulis. Hal
inilah yang membuat pimpinan Tempo mengangkat Dahlan sebagai kepala biro Tempo
Jatim.
Walau
sudah bekerja dan menulis untuk Tempo, diam-diam Dahlan juga menulis untuk
koran lain seperti Surabaya Post dan surat kabar mingguan seperti Ekonomi
Indonesia sebagai tambahan penghasilan. Hal ini diketahui oleh pimpinan Tempo
dan menegur Dahlan.
Dahlan
Iskan dan Jawa Po
Jawa
Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat
itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di
Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar,
lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan
Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan
Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus.
Pada akhir tahun 1970-an, omset Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam.
Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja.
Koran-korannya
yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The
Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu
lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal
di London, Inggris.
Saat
itu terdengar kabar bahwa Jawa Pos dibeli oleh Direktur Utama PT Grafiti Pers,
Penerbit Tempo yaitu Eric Samola. Melihat prestasinya yang lumayan dan
keinginan Dahlan untuk berbuat lebih, tahun 1982 ia dipromosikan menjadi pemimpin
Koran Jawa Pos.
Awalnya
koran Jawa Pos bernama Java Post kemudian diganti dengan Djawa Post dan diganti
lagi menjadi Jawa Pos. Awalnya media masa Surabaya dikuasai oleh Surabaya Post
dan Kompas. Saat Dahlan Iskan ditunjuk menjadi pimpinan Jawa Pos, Jawa Pos
hampir bangkrut karena kalah bersaing. Perputarannya saja hanya 6.800
eksemplar. Namun Dahlan tidak berputus asa. Ia mencari akal untuk menyelamatkan
Jawa Pos.
Ketika
itu budaya membaca koran adalah di sore hari. Melihat ini muncullah ide cemerlang
Dahlan. Ia memutuskan bahwa Jawa Pos akan diterbitkan dan dibagikan di pagi
hari. Ide ini di gulirkan Dahlan agar Jawa Pos seakan-akan bisa memberikan berita
lebih cepat dari koran lain.
Namun
tidak semua stafnya menyetujui usul Dahlan karena bertentangan dengan kebiasaan
masyarakat dalam membaca koran. Sore hari adalah saat santai, orang pulang
kerja sembari santai dengan membaca koran. Sedangkan pagi hari, banyak orang
diburu waktu untuk kerja. Mana mungkin ada waktu untuk membaca koran. Bagaimana
nanti jika Jawa Pos tidak laku jika diterbitkan pagi hari. Begitulah argumen
para stafnya yang tidak setuju dengan usul Dahlan.
Namun
Dahlan tidak menyerah, justru inilah kesempatan Jawa Pos. Saat koran lain belum
terbit, Jawa Pos mendahului untuk terbit dan dibagikan. Sehingga akan membentuk
opini bahwa Jawa Pos lebih cepat meliput berita dan lebih cepat mengetahui
berita dibandingkan koran lain. Persoalan kebiasaan membaca koran di sore hari
itu pelan-pelan dapat di rubah di pagi hari. Tentunya orang akan lebih senang
jika lebih cepat mengetahui apa yang terjadi di masyarakat ketimbang yang
terakhir tahu.
Akhirnya
Jawa Pos terbit di pagi hari. Awalnya masyarakat kaget ada koran yang terbit di
pagi hari. Tetapi dengan sabar Dahlan dan timnya mengedukasi masyarakat untuk
membaca koran di pagi hari. Dahlan membentuk opini bahwa lebih cepat mengetahui
berita yang up to date itu lebih cerdas dan lebih keren. Untuk hal ini Dahlan
Iskan bahkan terjun langsung dalam memasarkan koran Jawa Pos.
Pelan-pelan
Jawa Pos membiasakan masyarakat untuk membaca koran di pagi hari. Menerbitkan koran
di pagi hari, Jawa Pos hampir tidak ada saingannya karena koran lain tetap
terbit sore hari. Akhirnya dalam kurun waktu lima tahun yaitu 1982-1987 Jawa
Pos berhasil terbit dengan oplah 126.000 eksemplar. Omset Jawa Pos naik 20 kali
lipat dari omset ditahun pertama yaitu tahun 1982. Omset Jawa Pos mencapai 10,6
miliar. Dari surat kabar yang hampir gulung tikar, Dahlan Iskan menjadikan Jawa
Pos menjadi surat kabar yang spektakuler dan Jawa Pos di bawah kepemimpinan
Dahlan berhasil merubah kebiasaan masyarakat dari membaca koran di sore hari
menjadi pagi hari.
Melihat
keberhasilan Jawa Pos, koran lain yang awalnya terbit sore juga ikut-ikutan terbit
pagi karena takut kehilangan pasar.
Di
tahun 1993 saat usianya mencapai 42 tahun, Dahlan mengundurkan diri menjadi
pemimpin redaksi dan pemimpin umum Jawa Pos karena ia ingin memberikan
kesempatan pada orang yang lebih muda untuk berkarya.
Dahlan
Iskan akhirnya fokus mengembangkan jaringan media Jawa Pos, yang awalnya hanya
menerbitkan koran saja, Jawa Pos kemudian juga membuat majalah dan juga surat
kabar daerah lain. Jaringan ini terkenal dengan nama Jawa Pos News Network
(JPNN). JPNN adalah jaringan media terbesar di Indonesia saat ini dengan memimpin
190 surat kabar, tabloid dan majalah serta memiliki 40
percetakan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tahun
1997 Dahlan Iskan membangun gedung pencakar langit yang terkenal di Surabaya
dengan nama Graha Pena. Gedung ini menjadi pusat aktivitas JPNN. Selain di
Surabaya, Dahlan Iskan juga membangun gedung serupa di Jakarta mengingat
Jakarta adalah ibukota Indonesia dan untuk lebih mengukuhkan keberadaan JPNN di
tanah air.
Dahlan
juga melirik media elektronik dengan mendirikan stasiun TV lokal surabaya yaitu
JTV dan SBO, Batam yaitu Batam TV, di Pekanbaru yaitu Riau TV, FMTV di
Makassar, PTV di Palembang, dan Parahyangan TV di Bandung dan di kota-kota
lainnya yang mencapai 34 stasiun televisi lokal.
“Jangan
meletakkan semua telur di keranjang yang sama”,
begitulah pepatah bisnis. Dahlan Iskan juga mempercayai pepatah itu. Ia
mendiversifikasikan usahanya ke bisnis real estate dan hotel.
Selain
itu Dahlan Iskan juga memiliki perusahaan yang berkaitan dengan listrik yaitu
direktur pembangkit listrik swasta PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan
Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya. Hal inilah yang menjadi
salah satu alasan kelak mengapa Dahlan ditunjuk menjadi Direktur Utama PLN.
Dahlan
Menjadi Dirut PLN
Kesuksesan
Dahlan Iskan dalam mengembangkan Jawa Pos Group sangat terkenal dimana-mana.
Setiap saat media cetak dan elektronik meliput keberhasilan raja media asal
Jawa Timur ini sampai-sampai Presiden SBY pun tahu kecemerlangan Dahlan Iskan
dalam memimpin JPNN. Waktu itu di Jakarta sedang musimnya mati lampu. Banyak
masyarakat yang mengeluh alat elektroniknya rusak gara-gara byar-pet ini. Fahmi
Mochtar yang menjadi Dirut PLN saat itu banyak menuai kritikan. Akhirnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan keputusan untuk mengangkat
Dahlan Iskan menjadi Dirut PLN menggantikan Fahmi Mochtar.
Banyak
pihak yang tidak setuju dan meragukan hal itu. Bahkan tak segan pihak yang
kontra mencibir dengan mengatakan “ Mana mungkin Dahlan Iskan yang hanya
lulusan SLTA dan tidak lulus kuliah bisa memimpin PLN. Jangan samakan PLN
dengan Jawa Pos.” Menanggapi hal itu Dahlan Iskan dengan santainya
menjawab “PLN ini tempat berkumpul orang-orang hebat, karyawan lulusan
SMA jurusan terhebat, Fisika, jurusan yang dianggap paling pintar. Lalu, masuk
fakultas teknik elektro ITB, yang juga terhebat. Lulus ITB, diseleksi lagi
masuk PLN oleh senior-senior yang hebat. Tidak diragukan lagi, PLN adalah
kumpulan orang-orang terhebat dan terpintar di negeri ini” “ Ya. Yang
dibutuhkan sekarang adalah manusia bodoh seperti saya”.
Dahlan
Iskan menjabat menjadi Direktur Utama PLN hanya dua tahun karena pada tanggal
19 Oktober 2011, Presiden SBY menunjuk Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN
menggantikan Mustafa Abubakar yang sedang sakit.
Sebenarnya
Dahlan sangat berat meninggalkan PLN, karena banyak programnya yang belum
rampung dan visi yang ia bangun untuk mereformasi PLN masih sedikit yang
terwujud mengingat masa jabatannya yang masih seumur jagung 2 tahun. Namun apa
dikata, ternyata kemampuannya dalam memimpin dianggap lebih tinggi dari pada
hanya memimpin PLN.
Dahlan Menjadi Menteri BUMN
Saat diangkat menjadi Menteri BUMN,
ada satu pertanyaan yang dialamatkan ke Dahlan, kurang lebih pertanyaannya
seperti ini “BUMN adalah lembaga yang sering menjadi sasaran empuk
korupsi, bagaimana menurut anda?” Menanggapi pertanyaan seperti itu,
Dahlan tersenyum sambil menjawab “ Menurut pengamatan saya, di lembaga
ini ada 10% orang yang jujur dan ada 10% orang yang tidak jujur. Sedangkan yang
80% berada di tengah-tengahnya, tergantung yang memimpin. Jika yang memimpin
termasuk orang yang jujur maka yang 80% tadi ikut yang jujur sehingga yang
jujur menjadi 90%. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur maka yang 80% juga
ikut yang tidak jujur sehingga yang tidak jujur juga menjadi 90%. Jadi kembali
lagi ke pemimpinnya” Wow excellent. Jawaban yang sangat cerdas.
Semenjak menjadi menteri BUMN,
Dahlan Iskan melakukan beberapa gerakan. Salah satunya adalah membersihkan BUMN
dari korupsi. Langkah awalnya adalah dengan memberi kriteria khusus dalam
mengangkat CEO di perusahaan BUMN. Salah satu kriterianya adalah memiliki
integritas yang tinggi. Syarat yang lain adalah memiliki antusias untuk maju.
Dahlan tidak menyebut pandai sebagai
syaratnya karena semua orang sudah pasti pandai. "Satu integritas
yang baik, kenapa bukan kepintaran karena saya yakin semua orang sudah
pintar, yang kedua adalah harus mempunyai antusias keinginan maju, banyak
orang integritas tinggi tapi tidak punya antusias. Tapi ada juga antusias tidak
integritas dia kaya kuda liar," jelas Dahlan.
Dahlan Iskan Dan Nafsiah Sabri
“Dibalik keberhasilan seorang pria
pastilah ada peran wanita hebat yang mendukungnya sepenuh hati”.
Pepatah diatas pantaslah disematkan pada Dahlan Iskan dan Nafsiah Sabri.
Nafsiah Sabri adalah wanita yang
dipilih Dahlan untuk menjadi istri dan ibu bagi anak-anaknya. Nafsiah adalah
wanita yang sholehah, pengertian, sabar, humoris, ceria dan mandiri. Hal itulah
yang membuat Dahlan jatuh hati padanya.
Awal pertemuan mereka adalah saat
sama-sama mengisi ceramah agama di sebuah radio di semarang. Saat itu Dahlan
belum menyatakan isi hatinya. Ia hanya berani menawarkan boncengan sepeda angin
untuk Nafsiah saat akan berangkat siaran radio.
"Dulu saya hanya punya sepeda
dan berangkat boncengan. Saya lihat sepertinya Ia bisa menjadi ibu yang
hebat," ucap Dahlan mengenang saat masa pedekate dengan Nafsiah Sabri.
Pada tahun 1975, Dahlan Iskan yang
ketika itu berusia 25 tahun dan Nafsiah Sabri yang berumur 22 tahun akhirnya
menikah.
Nafsiah Sabri adalah istri yang
benar-benar mencintainya sepenuh hati, penurut dan tidak banyak menuntut. Hal
ini tercermin dari Nafsiah yang mau dijadikan istrinya walaupun Dahlan belum
menjadi apa-apa. Saat itu Dahlan Iskan hanyalah reporter lepas, DO dari kuliah
dan tidak punya penghasilan tetap serta belum punya rumah.
"Bahkan kehidupan sehari-hari
lebih banyak dibantu dari gaji istri saya yang menjadi guru SD waktu itu.
Ketika lahir anak pertama mereka, Azrul Ananda kita bisa menyewa rumah yang ada
kamarnya meski di gang sempit," jelasnya.
Dari pernikahan Dahlan Iskan dan
Nafsiah Sabri, mereka telah dikaruniai dua orang anak yaitu Azrul Ananda dan
Isna Fitriana. Walau hidup mereka saat itu serba kekurangan namun Nafsiah tetap
setia dan mencintai Dahlan. Mulai dari Dahlan hanya seorang reporter lepas sampai
saat Dahlan menjadi menteri BUMN, Nafsiah selalu menemaninya bahkan saat Dahlan
ditransplatasi hati, Nafsiah jugalah yang mempersiapkan segala kebutuhannya.
Sebagai seorang istri, Nafsiah 100%
mendukung karir suaminya. Saat Dahlan Iskan harus turun ke jalan menjual e-toll
card, Nafsiah juga ikut membantu suaminya berpanas-panasan menjajakan e-toll
card.
Nafsiah sangat mahir memasak. Dahlan
Iskan sangat menyukai masakan istrinya bahkan ia sering membanggakan dan
menawarkan masakan istrinya itu ke wartawan dan stafnya untuk ikut mencicipi.
Saat Dahlan pulang dari chek up kesehatan di Singapura, Dahlan langsung pulang
kerumah dan bersama stafnya menikmati masakan istri tercintanya, Nafsiah Sabri.
Hal-hal
yang dapat diteladani dari Dahlan Iskan
- Selama menjadi Direktur Utama PLN, Dahlan Iskan memilih tidak mengambil gaji dan menempati rumah dinas yang telah menjadi haknya. Ditengah maraknya korupsi, Dahlan justru memilih hal yang berlawanan.
- Walaupun Pemimpin, Dahlan Iskan turut ikut kelapangan untuk mengawasi kerja karyawan-karyawannya.
- Tetap menjadi diri sendiri dengan penampilan seperti biasanya walaupun telah memikul profesi yang tinggi.
- Selalu memiliki ide yang brilian dan langsung melaksanakan gebrakan-genrakan menuju perubahan yang lebih baik.
- Tidak egois, mengerti bahwa generasi muda lebih pantas untuk memimpin sesuai dengan zamannya.
- Tetap berusaha walaupun rintangan terus menerpa dan tidak pernah berputus asa.
0 komentar:
Posting Komentar